LITERASI BUKU
fathani.com. - Dewasa ini, kita dihadapkan pada era “serba digital”. Semuanya serba cepat, serba praktis. Salah satu yang menarik untuk “dilihat kembali” adalah perihal kebiasaan ‘tentang buku’. Mari kita merenung, apakah membaca buku masih atau justeru bukan lagi menjadi kebiasaan utama bagi banyak orang? Bagaimana dengan Generasi Z?
Generasi Z merupakan generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an ini tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan teknologi, di mana akses terhadap informasi berlangsung dalam hitungan detik. Kemudahan ini membawa banyak manfaat, tetapi juga menimbulkan tantangan bagi literasi buku di kalangan anak muda.
Generasi Z lebih terbiasa dengan format konten yang cepat, interaktif, dan berbasis visual. Kehadiran platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube membuat mereka lebih banyak mengonsumsi informasi dalam bentuk video pendek dan infografis dibandingkan dengan teks panjang.
Tentu, kebiasaan ini berkontribusi dan berdampak pada menurunnya minat membaca buku secara mendalam.
Di antara beberapa fakta yang menjadi tantangan dalam literasi buku bagi Gen Z, meliputi:
Pertama, Distraksi Digital. Keberadaan smartphone dan platform media sosial menciptakan distraksi yang sulit dihindari. Banyak anak yang lebih memilih asyik dengan layar media sosial daripada duduk tenang membaca buku.
Kedua, Menurunnya Kebiasaan Membaca. Generasi sebelumnya tumbuh dengan bacaan cetak sebagai sumber utama informasi dan hiburan. Sementara, Generasi Z memiliki banyak pilihan alternatif, seperti podcast dan audiobook, yang sudah barang tentu mengubah cara mereka mengonsumsi materi informasi.
Ketiga, Persepsi bahwa Membaca Buku Itu Membosankan. Dibandingkan dengan video atau game interaktif, membaca buku bisa terasa lebih statis. Tanpa adanya elemen visual dan suara, banyak anak muda merasa kurang tertarik untuk menyelesaikan sebuah buku.
Peluang Baru
Apa saja peluang baru tersebut?
Pertama, Digitalisasi Buku dan Audiobook. Dengan kehadiran ebook dan audiobook, membaca menjadi lebih fleksibel. Platform seperti Kindle, Google Books, dan Storytel memungkinkan akses ke ribuan buku hanya dalam satu genggaman.
Kedua, Komunitas Online dan Media Sosial. Tren seperti #BookTok di TikTok dan diskusi buku di forum online seperti Goodreads membuktikan bahwa banyak anak muda masih tertarik dengan literasi, asalkan dikemas dengan cara yang menarik.
Keempat, Adaptasi Buku ke Format Digital dan Multimedia. Buku-buku yang diadaptasi menjadi film, serial, atau webtoon sering kali mendorong minat membaca. Banyak anak muda yang tertarik membaca buku setelah menonton adaptasi filmnya.
Kelima, Membaca Buku Sesuai Minat. Daripada memaksakan bacaan klasik yang mungkin terasa sulit, memperkenalkan buku dengan tema yang sesuai dengan minat anak muda bisa lebih efektif. Genre seperti fiksi dystopian, self-improvement, dan biografi inspiratif sering menarik perhatian mereka.
Generasi Z memang hidup dalam era digital yang penuh distraksi, tetapi itu bukan berarti literasi buku harus ditinggalkan. Dengan pendekatan yang lebih inovatif dan adaptif, membaca buku tetap bisa menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka.
Penting bagi kita untuk menyesuaikan metode dalam mendorong literasi, bukan dengan cara yang memaksa, tetapi dengan cara yang sesuai dengan pola konsumsi informasi mereka. Buku tidak harus bersaing dengan teknologi, melainkan harus bertransformasi untuk tetap relevan di dunia modern.
Dengan demikian, harapan untuk menjadikan Generasi Z sebagai generasi yang literat tetap terbuka lebar.[ahf]
Posting Komentar untuk "LITERASI BUKU "
Posting Komentar