SELALU BERSYUKUR
“Dengan selalu bersyukur, bisa membuat kita lebih tenang dan bahagia, dunia dan akhirat”
fathani.com. – Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, rasa syukur kerap kali dianggap sebagai emosi pasif—pelengkap belaka dalam rangkaian hidup yang didominasi target, ambisi, dan tuntutan. Dalam hidup, kita kerap sibuk mengejar angka: nilai sempurna, pendapatan tinggi, jumlah pengikut di media sosial. Tetapi di tengah kalkulasi tanpa henti itu, kadang kita lupa menghitung satu hal penting: bersyukur.
Padahal, jika kita meminjam cara berpikir dari matematika, bersyukur bukanlah hanya sebagai ‘alat’ penghibur, melainkan variabel kunci dalam persamaan kebahagiaan. Bersyukur menjadi konstanta yang membuat persamaan kebahagiaan kita tetap seimbang.
Kehidupan, bisa kita lihat sebagai sistem matematika kompleks, tempat di mana berbagai variabel saling terkait. Dalam aljabar, untuk mencapai keseimbangan, kita harus memperhitungkan semua elemen yang terlibat—termasuk yang sering tidak terlihat, seperti rasa syukur.
Mari kita pahami rumus sederhana yang bisa membantu kita memahami ini:
Rumus Syukur Harian
Jika:
C = Capaian (apa yang kita miliki atau raih)
E = Ekspektasi (apa yang kita inginkan atau harapkan)
Maka:
Kebahagiaan = C – E
Tetapi, dalam kenyataan, rumus ini bisa saja menghasilkan nilai negatif, karena ekspektasi lebih tinggi dari capaian. Oleh karena itu, kita perlu menambahkan satu variabel kunci:
S = Syukur
Sehingga menjadi:
Kebahagiaan = (C – E) + S
Rasa syukur berperan sebagai kompensator: meski capaian tidak melebihi ekspektasi, nilai S (syukur) bisa menyeimbangkan dan bahkan meningkatkan hasil akhir: kebahagiaan.
Sekarang yang menjadi pertanyaan, penting dan menarik, adalah: berapa nilai variabel S (syukur)?
Rumus kebahagiaan adalah:
Kebahagiaan = (Capaian – Ekspektasi) + Syukur
atau disingkat:
K = (C – E) + S
maka nilai S (syukur) bukan angka mutlak seperti pada variabel fisik atau finansial. Tapi, kita bisa memodelkan nilainya dalam konteks kualitatif-kuantitatif. Sebagaimana firman Allah swt dalam al-Quran Surat Ibrahim ayat 7 berikut ini:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيد
“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, “Sesungguh¬nya jika kalian bersyukur (atas nikmat-Ku), pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.”
Dalam logika matematika kehidupan, S (syukur) adalah variabel moderasi yang menentukan apakah hidup kita tetap positif di tengah defisit realita. Meski rumus hidup bisa juga terjadi kondisi ‘negatif’ (C < E). Jika demikian, kita bisa memilih untuk menaikkan nilai S.
Jadi, berapa nilai Syukur kita hari ini?
Jika ternyata masih kecil, kita tidak perlu khawatir. Nilai syukur itu bisa dilatih dan diperbesar—seperti logaritma yang naik pelan, tetapi stabil.
Dalam kalkulus, kita mengenal titik balik (turning point), yaitu saat arah grafik fungsi berubah. Titik ini bisa naik, bisa juga turun. Begitulah hidup—ada fase di mana kita merasa berada di puncak, ada pula saat kita menyentuh lembah ketidakpastian. Bersyukur adalah semacam konstanta, nilai tetap yang membuat grafik hidup kita tidak jatuh ke dalam ketidakteraturan.
Ketika kita gagal mencapai tujuan, rasa kecewa adalah hal wajar. Namun, jika kita memiliki "nilai S" yang cukup besar, kita tetap dapat mempertahankan kestabilan emosi. Syukur bukan berarti menyerah, tetapi menerima kenyataan sambil terus bergerak menuju perbaikan.
Dengan kata lain, kita harus melihat bahwa bersyukur itu bukan bonus pelengkap, tetapi justeru menjadi penentu hasil akhir. Bahkan ketika capaian tidak sesuai harapan, bersyukur bisa menjadi variabel penyeimbang, bahkan penyelamat.
Bersyukur adalah cara berterima kasih atas semua nikmat dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT karena dengan mensyukuri segala nikmat-Nya merupakan salah satu bagian dari tanda keimanan seseorang kepada Allah SWT. Bersyukur juga dapat diartikan dengan menerima segala nikmat yang telah Allah SWT berikan sebagai sarana ibadah dan menjaga diri dari segala macam bentuk maksiat.
Mental Bersyukur
Berapa nilai syukur kita hari ini? Kalau nilainya masih kecil, kita tidak perlu takut. Seperti rumus yang bisa dipelajari, syukur pun bisa dilatih dan terus dilatih. Dan yang lebih penting lagi: bersyukur itu tidak perlu menunggu semua harus sempurna, baru mulai untuk bersyukur. Karena dalam bersyukur, kita dapat menemukan bahwa ternyata hidup kita, sudah lebih dari cukup.
Dalam matematika, setiap rumus butuh latihan agar bisa diterapkan. Demikian pula rasa syukur. Bersyukur bukan datang tiba-tiba, melainkan perlu diasah dan dilatih setiap hari, seperti kita melatih logika berpikir dalam menyelesaikan soal.
Beberapa cara melatih syukur harian antara lain:
- Mencatat tiga hal yang disyukuri tiap hari — ibarat mengerjakan latihan harian untuk mempertajam kepekaan kita terhadap makna hidup.
- Mengucapkan terima kasih secara langsung — sama seperti memverifikasi hasil perhitungan; kita menegaskan bahwa sesuatu itu berharga.
- Melihat ke bawah, bukan ke atas — seperti mengatur skala grafik agar kita tidak hanya melihat titik maksimum, tapi juga menghargai titik awal perjalanan kita.
Dengan latihan rutin, variabel S dalam hidup kita akan bertambah nilainya, memperkaya kebahagiaan meski C dan E tidak selalu seimbang.
Kita bisa terus mengejar angka dan target, tetapi tanpa menambahkan “+ S” dalam rumus hidup kita, semua itu akan terasa hampa. Syukur bukan soal berapa banyak yang kita punya, tapi seberapa sadar kita bahwa apa yang kita punya sudah cukup untuk merasa hidup.
Dalam dunia yang menuntut lebih, lebih, dan lebih—bersyukur adalah cara sederhana untuk tetap waras dan bahagia. Dalam dunia yang sibuk mencari "lebih", barangkali langkah kecil yang paling bijak justru adalah berhenti sejenak, menarik napas, dan bertanya: sudahkah aku bersyukur hari ini? [ahf]
Posting Komentar untuk "SELALU BERSYUKUR"
Posting Komentar