INTUISI GUS DUR

“Di tengah data dan algoritma, Gus Dur mengingatkan: jangan abaikan suara hati.”

fathani.com. – Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur, adalah sosok yang penuh kejutan. Ia kiai pesantren, budayawan, presiden keempat Indonesia, sekaligus “guru bangsa.” Tetapi yang membuatnya begitu berbeda adalah kemampuannya mengoptimalkan intuisi. Gus Dur bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga piawai menggunakan kepekaan batinnya untuk membaca situasi, mengambil keputusan, dan menyampaikan pesan dengan cara yang tepat.

Bagi Gus Dur, intuisi bukan sekadar firasat sesaat. Ia lahir dari tempaan panjang: membaca ratusan buku, berdiskusi tiada henti, hidup di tengah tradisi pesantren, dan menyerap pengalaman sosial dari bawah. Kecerdasan intelektual itulah yang kemudian menajamkan intuisinya. Maka, ketika Gus Dur bertindak, banyak orang kaget karena caranya tak terduga, tapi ujungnya selalu mengena.

Salah satu bukti adalah caranya menggunakan humor. Gus Dur sering melontarkan guyonan di tengah suasana politik yang tegang. Misalnya, ia pernah menyindir DPR yang ribut dengan berkata, “DPR itu kayak taman kanak-kanak saja.” Sekilas hanya lucu, tetapi sejatinya itu intuisi komunikasi: menegur dengan cara yang cair, meredakan konflik, sekaligus menyampaikan kritik tajam tanpa menimbulkan permusuhan. Humor baginya bukan hiburan kosong, melainkan strategi cerdas untuk membuka hati orang lain.


Intuisi Gus Dur juga tampak dalam kebijakan bersejarahnya: mencabut larangan ekspresi budaya Tionghoa. Banyak pemimpin ragu mengambil langkah itu karena khawatir menimbulkan resistensi. Tetapi Gus Dur yakin, diskriminasi tidak boleh dibiarkan. Dengan kecerdasannya, ia menjadikan intuisi kemanusiaan sebagai pijakan hukum. Hasilnya? Etnis Tionghoa kembali bisa merayakan Imlek secara terbuka, sebuah tonggak penting bagi pluralisme Indonesia.

Ada pula kisah kecil yang menunjukkan betapa tajam intuisi spiritualnya. Pernah suatu malam Gus Dur tiba-tiba menelpon seorang sahabat, hanya untuk menanyakan kabar. Ternyata, sahabat itu sedang dirundung masalah berat dan merasa sendirian. Gus Dur hadir tepat waktu, seakan-akan hatinya mampu menangkap sinyal yang tak terlihat. Momen-momen seperti ini membuat orang dekatnya percaya: kecerdasan Gus Dur bukan hanya otak, tetapi juga hati yang peka.

Pelajaran dari Gus Dur sangat relevan untuk generasi hari ini. Di era serba digital, kita tenggelam dalam data, algoritma, dan logika instan. Namun Gus Dur menunjukkan bahwa kecerdasan sejati lahir dari perpaduan: akal yang jernih, intuisi yang tajam, dan keberanian moral. Ia mengajarkan bahwa kadang humor lebih ampuh dari amarah, bahwa keputusan yang kontroversial bisa jadi paling adil, dan bahwa kepekaan hati mampu menjangkau apa yang tidak ditulis di buku teks.

Intuisi Gus Dur bukan intuisi yang liar, melainkan intuisi yang diolah. Ia mengujinya dengan nalar, mengasahnya dengan pengalaman, lalu mewujudkannya dengan keberanian. Itulah yang membuatnya istimewa: ia tidak hanya memimpin dengan pikiran, tetapi juga dengan perasaan yang ditata untuk kemanusiaan.[ahf]

Posting Komentar untuk "INTUISI GUS DUR"