LITERASI NUMERASI
“Literasi numerasi bukan sekadar kemampuan berhitung, tetapi fondasi berpikir kritis dalam menghadapi arus data yang semakin deras.”
fathani.com. – Di era informasi yang serba cepat, kemampuan membaca dan menulis saja tidak lagi mencukupi. Kehidupan modern menuntut masyarakat untuk mampu memahami angka, menafsirkan data, membaca grafik, serta mengambil keputusan berbasis informasi kuantitatif. Literasi numerasi, yang sering diartikan sebagai kemampuan mengaplikasikan konsep matematika dalam konteks nyata, kini menjadi keterampilan mendasar yang menentukan kualitas daya pikir dan daya saing bangsa.
Sayangnya, literasi numerasi masih sering dipandang sebatas urusan pelajaran matematika di sekolah. Pandangan ini membuat banyak orang mengabaikan perannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, literasi numerasi hadir di hampir semua aspek kehidupan. Seorang pedagang menggunakan numerasi untuk menghitung keuntungan, seorang ibu rumah tangga menakar kebutuhan belanja, seorang pekerja menimbang pilihan investasi, dan masyarakat luas memerlukan kecakapan ini untuk memahami data kesehatan, iklim, maupun ekonomi. Tanpa kemampuan menafsirkan angka dengan benar, masyarakat mudah terjebak pada promosi diskon semu, klaim statistik yang menyesatkan, bahkan hoaks yang marak beredar di media sosial.
Kondisi literasi numerasi di Indonesia masih menjadi tantangan serius. Hasil survei internasional Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 menempatkan capaian literasi matematika siswa Indonesia di peringkat 63 dari 81 negara, jauh di bawah rata-rata OECD (OECD, 2023). Data ini menunjukkan bahwa literasi numerasi bukan sekadar masalah akademik di ruang kelas, melainkan juga persoalan nasional yang berdampak pada kualitas pengambilan keputusan, baik di tingkat individu maupun kolektif.
Salah satu penyebab rendahnya literasi numerasi adalah pola pembelajaran yang cenderung abstrak. Matematika sering diajarkan terpisah dari konteks kehidupan nyata sehingga dianggap sulit dan tidak relevan. Rumus-rumus dihafalkan, tetapi tidak dipahami maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, kunci literasi numerasi adalah konteks. Saat siswa diajak menghitung kebutuhan listrik rumah tangga, membaca grafik harga beras, atau menafsirkan data polusi udara, numerasi tidak lagi tampak sebagai rumus kaku, melainkan keterampilan hidup yang membumi.
Untuk memperkuat literasi numerasi, diperlukan strategi kolaboratif. Guru perlu mengubah pendekatan pembelajaran agar lebih kontekstual, pemerintah harus memastikan kurikulum mendorong literasi fungsional, dan media massa berperan penting dalam menyajikan data publik yang sederhana, akurat, serta mudah dipahami. Lebih dari itu, literasi numerasi harus ditanamkan sebagai sikap, bukan hanya keterampilan teknis. Masyarakat yang melek numerasi akan terbiasa berpikir kritis, memeriksa keabsahan data, dan tidak mudah percaya pada klaim yang manipulatif.
Ki Hadjar Dewantara pernah menegaskan bahwa pendidikan sejatinya membimbing segala potensi anak agar menjadi manusia seutuhnya. Dalam konteks hari ini, salah satu potensi itu adalah kemampuan berpikir numeris yang jernih dan kontekstual. Dengan menguatkan literasi numerasi, kita tidak hanya membekali individu dengan kecakapan akademik, tetapi juga membangun fondasi bangsa yang kritis, mandiri, dan tahan terhadap manipulasi informasi. Inilah jalan penting untuk menciptakan masyarakat yang mampu berpikir jernih dalam menghadapi kompleksitas dunia modern.[ahf]
Posting Komentar untuk "LITERASI NUMERASI"
Posting Komentar