IQRO’ MATEMATIKA
“Jika Al-Qur’an mengajak manusia membaca tanda-tanda alam, maka matematika adalah kunci untuk membuka salah satu tanda itu.”
Fathani.com. – Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad saw adalah “Iqra’”—bacalah. Kata sederhana ini menjadi kunci transformasi peradaban. Islam lahir bukan hanya sebagai ajaran spiritual, tetapi juga sebagai revolusi literasi dan pendidikan. Membaca dalam Islam tidak terbatas pada teks tertulis, melainkan juga membaca tanda-tanda alam, sejarah, dan bahkan ilmu pengetahuan, termasuk matematika.
Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq [96]: 1–5).
Ayat ini mengajarkan bahwa membaca adalah gerbang ilmu, dan ilmu menjadi sarana untuk mendekat kepada Allah.
Masyarakat Pra-Islam: Pentingnya Kesadaran Kritis
Sebelum Islam lahir, masyarakat Arab hidup dalam era Jahiliyah. Mereka terjebak dalam tradisi yang tidak rasional: perang antarsuku, praktik kesewenang-wenangan, hingga pembunuhan bayi perempuan. Namun, ada juga nilai positif seperti solidaritas dan kedermawanan.
Bagi pendidikan, kondisi ini memberikan pesan bahwa manusia tanpa bimbingan nilai akan mudah terjerumus dalam kesalahan. Dalam pendidikan matematika, hal serupa terjadi: siswa yang hanya mengikuti rumus tanpa berpikir kritis rentan terjebak pada kesalahan prosedural.
Allah swt mengingatkan:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
(QS. Al-Isra’ [17]: 36)
Ayat ini sejalan dengan semangat matematika: mencari kepastian melalui bukti dan nalar yang benar.
Agama-Agama Pra-Islam: Belajar dari Keberagaman
Jazirah Arab sebelum Islam dihuni berbagai agama: paganisme, Yahudi, Nasrani, Majusi, dan kelompok Hanif yang mencari tauhid murni. Keragaman ini menunjukkan bahwa manusia memiliki fitrah beragama.
Dalam matematika, keragaman itu tercermin pada banyaknya strategi penyelesaian. Satu soal bisa dikerjakan dengan berbagai cara: aljabar, geometri, grafik, atau intuisi. Semua sah selama logis dan konsisten.
Allah swt berfirman:
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah [5]: 48)
Ayat ini menegaskan bahwa keragaman adalah ujian, dan yang terpenting adalah kebenaran serta kebajikan. Sama seperti dalam matematika: beragam strategi boleh dipakai, tetapi semuanya harus menuju jawaban yang benar.
Kelahiran Islam: Revolusi Literasi dan Ilmu
Turunnya wahyu pertama, “Iqra’ bismi rabbik”, menandai babak baru dalam sejarah manusia. Dari sinilah lahir tradisi ilmu yang melahirkan peradaban gemilang. Matematika tumbuh subur dalam peradaban Islam, melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Al-Khawarizmi dan Al-Biruni.
Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran [3]: 190)
Matematika dengan keteraturan pola dan hukumnya adalah salah satu cara untuk membaca tanda-tanda itu. Dari pola bilangan, simetri geometri, hingga hukum peluang, semuanya menjadi jalan tafakur menuju pengenalan Sang Pencipta.
Nilai-nilai Pendidikan
Dari tiga fase sejarah itu, ada sejumlah nilai pendidikan yang bisa ditarik:
1. Kritis – berpikir dengan bukti dan logika (QS. Al-Isra’ [17]: 36).
2. Toleransi – menghargai keberagaman cara berpikir (QS. Al-Maidah [5]: 48).
3. Kejujuran – mengakui kesalahan dan memperbaikinya.
4. Ketertiban – mencerminkan sunnatullah dalam pola dan hukum matematika.
5. Transendensi – matematika sebagai jalan tafakur (QS. Ali Imran [3]: 190).
Refleksi
“Iqro’” adalah panggilan untuk membaca, memahami, dan memaknai. Jika kita membaca matematika dengan hati yang berpijak pada fitrah beragama, maka angka-angka bukan sekadar hitungan, tetapi bahasa keteraturan yang mengantar kita pada pengenalan Tuhan.
Sejarah pra-Islam mengajarkan pentingnya berpikir kritis, keragaman agama pra-Islam mengajarkan toleransi, dan kelahiran Islam mengajarkan literasi. Ketiganya berpadu dalam pendidikan matematika untuk membentuk manusia yang cerdas, jujur, dan beriman.
Pada akhirnya, Iqro’ Matematika berarti menjadikan matematika bukan hanya ilmu teknis, tetapi juga jalan spiritual. Membaca angka sama dengan membaca makna. Mencari jawaban sama dengan mencari kebenaran. Dan mendalami matematika, jika ditopang fitrah beragama, menjadi bagian dari perjalanan mendekat kepada Sang Pencipta.[ahf]
Posting Komentar untuk "IQRO’ MATEMATIKA"
Posting Komentar