TALI RAFIA

fathani.com - SELAMA ini, dalam pembelajaran matematika kebanyakan masih dilihat dari cara pandang kecerdasan matematik ansich. Salah satu ciri sederhananya, cara pandang kecerdasan matematik dalam pembelajaran matematika adalah seorang guru “memaksa” (baca: mendidik) setiap siswa agar menjadi individu yang cerdas Matematika. Nah, karena guru matematika, maka tidak heran jika gaya dalam mengajarnya pun menggunakan cara pandang kecerdasan Matematik.

Mari, kita perhatikan Contoh guru matematika ketika mengajar materi Keliling dan Luas bangun persegi.

Mula-mula guru menyampaikan rumus keliling persegi = s + s + s + s. Sedangkan rumus luas persegi = s x s. Lalu guru memberikan satu contoh soal. Selanjutnya, para siswa diinstruksikan untuk mengerjakan/menyelesaikan soal-soal latihan yang ada di lembar kerja siswa (LKS). Setelah itu, ada beberapa siswa yang diberikan kesempatan untuk maju di depan kelas untuk mempresentasikan hasil pengerjaannya.

Inilah contoh praktik guru matematika yang mengajarkan materi menggunakan kacamata kecerdasan matematik.

Masalahnya sekarang adalah, dalam faktanya ternyata tidak semua individu siswa enjoi belajar dengan pengalaman seperti di atas. Mengapa?

Karena siswa dalam satu kelas memiliki kecenderungan kecerdasan yang beragam. Seandainya dalam satu kelas tersebut semuanya memiliki kecenderungan kecerdasan matematik, maka gaya pembelajaran dengan model di atas bisa disimpulkan sebagai gaya pembelajaran yang tepat.


Sekarang, bagaimana contoh praktik pembelajaran matematika bagi individu siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan yang lain?

Kembali pada “kasus” pembelajaran di atas. Dalam situasi pembelajaran di atas, ada sebagian siswa yang merasa tidak enjoi mengikuti praktik pembelajaran. Lalu sekelompok siswa berinisiatif untuk mencoba belajar dengan gayanya sendiri yang disukai. Mereka memberikan diri untuk izin “ke belakang”. Maksudnya izin keluar sebentar. Dan, sang guru pun mengizinkan.

Ternyata, apa yang dilakukan sekelompok siswa tersebut? Mereka mencari tali rafia, dan akhirnya menemukan juga. Mereka mendekat ke lapangan bola voli yang berada tepat di halaman sekolah. Dengan memanfaatkan tali rafia tersebut, mereka membentangkan tali rafia sepanjang lapangan voli. Setelah itu, mereka kembali ke dalam gedung, lalu mereka membentangkan tali rafia tersebut di atas lantai keramik yang memiliki ukuran sisi yang sama. Tujuannya adalah untuk mengetahui panjang rafia dalam satuan meter. Setelah ketemu, mereka berkesimpulan, “Ya…. Inilah keliling dari lapangan bola voli yang ada di halaman sekolah ini”.

Mereka tampak senang, karena bisa belajar untuk menghitung keliling lapangan, meskipun tidak menggunakan rumus matematika. Tapi, mereka justru bermodalkan tali rafia bekas tersebut. Inilah salah satu contoh pengalaman belajar matematika dengan memanfaatkan kecerdasan kinestetik. Siswa yang kategori kecerdasan kinestetik ini, akan merasa nyaman belajar, jika mereka diberi kesempatan untuk melibatkan gerakan fisiknya.

Sekelompok siswa tersebut, akhirnya kembali ke kelas. Lalu, bagaimana suasana pembelajaran di kelas? Di penghujung pertemuan, guru melakukan refleksi dan penguatan terhadap materi pelajaran yang baru saja dipelajari.

Guru bertanya: Si A, coba jelaskan apa rumus untuk menghitung keliling persegi? Si A menjawab dengan lantang: rumusnya sisi tambah sisi tambah sisi tambah sisi, demikian jawaban siswa. Merespon atas jawaban siswa tersebut, Guru menegaskan: Baguuus!!!.

Sekarang Si B: coba, ulangi lagi jawabannya, kalau kita ingin menghitung keliling persegi, bagaimana rumusnya? Spontan, Si B menjawab, gampang pak, rumusnya cukup pakai tali rafia, bekas juga bisa… Seketika, guru tersebut dibuat bingung.. kok bisa??!??? Lalu Si B tersebut menceritakan kegiatannya yang dilakukan sewaktu “izin ke belakang tadi” guru dan siswa lainnya dalam kelas tampak terkagum-kagum akan kecerdikannya dalam belajar matematika.

Akhirnya, sang guru tersebut mengatakan, “Si B, kamu adalah anak yang cerdas Matematika”, selamat belajar!!! [ahf]


Posting Komentar untuk "TALI RAFIA"