KEPASTIAN MATEMATIKA

 “Matematika mengajarkan kita: kepastian hanya mungkin ketika kita sepakat atas dasar berpikir yang sama.”


fathani.com. – Matematika sering dianggap sebagai ilmu paling pasti. Segala rumusnya tampak tak bisa digugat. Jika 2 + 3 = 5, maka selamanya 2 + 3 = 5. Dalam benak banyak orang, kepastian matematika menjadi simbol keteguhan logika dan ketertiban berpikir. Namun, pertanyaan filosofis pun muncul: apakah benar matematika itu pasti? Atau kepastian itu hanyalah bentuk keyakinan yang kita bangun sendiri?

Kepastian yang Diciptakan
Mari kita mulai dari hal sederhana: penjumlahan. 
Saat kita menulis 2 + 3 = 5, kita merasa telah menemukan kebenaran yang mutlak. Namun sejatinya, “2”, “3”, dan “5” hanyalah simbol yang disepakati manusia. Tanda “+” pun merupakan konvensi, bukan hukum alam. Kita mendefinisikan sistem bilangan dengan aturan tertentu, dan di dalam sistem itu, kebenaran 2 + 3 = 5 berlaku.

Tapi, jika kita berpindah ke sistem lain. 
Misalnya aritmetika modulo 5, maka 2 + 3 = 0. Apakah matematika berubah? Tidak. Yang berubah adalah kerangka berpikirnya. Dengan demikian, kepastian matematika bukanlah kepastian universal, melainkan kepastian dalam konteks sistem logika yang kita bangun.

Bertrand Russell pernah menulis: “Mathematics, rightly viewed, possesses not only truth, but supreme beauty.” “Matematika, jika dipandang dengan cara yang benar, tidak hanya memiliki kebenaran, tetapi juga keindahan yang agung.” Namun, “kebenaran” yang dimaksud Russell bukanlah kebenaran empiris seperti dalam sains alam, melainkan konsistensi logis dalam sistem simbol yang tertata.


Kepastian yang Berjenjang
Dalam aritmetika dasar, kepastian tampak mutlak. Tetapi ketika kita bergerak ke wilayah yang lebih luas, misalnya bilangan tak hingga, teori peluang, atau logika formal, kepastian itu mulai berlapis.

Contoh sederhana: jika kita melempar koin seratus kali, secara matematis peluang munculnya gambar adalah 50%. Namun hasil aktual bisa saja 47 atau 53 kali. Maka, matematika memberi kepastian pada model, bukan pada kenyataan. Di dunia nyata, probabilitas bukan jaminan hasil, melainkan cara memahami pola di tengah ketidakpastian.

Kurt Gödel, seorang filsuf dan logikawan besar abad ke-20, bahkan menunjukkan bahwa dalam sistem matematika yang cukup kompleks, tidak semua kebenaran bisa dibuktikan di dalam sistem itu sendiri. Ini dikenal sebagai Gödel’s Incompleteness Theorem; teorema ketidaklengkapan. Dengan kata lain, di balik kepastian matematika, selalu ada batas yang tak bisa dijangkau oleh logika.

Antara Logika dan Realitas
Kepastian matematika sering disalahartikan sebagai cerminan langsung dari dunia nyata. Padahal, matematika lebih tepat disebut model pikiran yang mencoba menangkap keteraturan realitas. 

Misalnya, dalam aritmetika kita percaya bahwa 2 + 3 = 5. Tapi dalam kenyataan, jika dua apel yang sudah busuk disatukan dengan tiga apel segar, jumlah “apelnya” tetap lima, tetapi nilainya berbeda. Matematika benar dalam ruang simboliknya, namun realitas memiliki variabel lain yang tak bisa direduksi hanya menjadi angka.

Filsuf Islam, Al-Kindi, pernah mengingatkan: “Kebenaran matematika mengajarkan keteraturan ciptaan, tetapi tidak seluruh hakikat ciptaan dapat direduksi menjadi bilangan.” Pernyataan ini mengandung pesan mendalam: matematika penting untuk memahami dunia, tetapi bukan satu-satunya jalan menuju kebenaran.

Kepastian yang Menenangkan
Di balik kompleksitas filsafat matematika, kita menemukan sisi manusiawi: kebutuhan akan kepastian. Hidup sering tak menentu, emosi berubah, dan nasib tak selalu bisa dihitung. Maka, ketika matematika menawarkan kejelasan, manusia merasa tenteram.

Namun, ketenangan itu bukan karena matematika memecahkan semua misteri, melainkan karena ia menyediakan cara berpikir yang tertib di tengah kekacauan dunia. Kepastian matematika adalah refleksi dari hasrat manusia untuk memahami, bukan untuk menguasai.

Jadi, apakah matematika itu pasti?
Ya. Pasti dalam sistemnya, tapi relatif terhadap realitasnya.
Kepastian matematika bukan kebenaran mutlak tentang alam, melainkan hasil kerja pikiran yang konsisten, jernih, dan teratur.

Filsuf dan matematikawan Alfred North Whitehead pernah menulis: “Mathematics reveals the patterns of thought, not the patterns of the universe.” “Matematika mengungkap pola-pola pemikiran, bukan pola-pola alam semesta.” Kepastian matematika pada akhirnya bukan tentang angka, melainkan tentang upaya manusia menata dunia melalui ketertiban akal.

Dalam ketidakpastian hidup, matematika mengajarkan kita untuk tetap berpikir jernih, menghargai keteraturan, dan mencari makna di antara simbol-simbol yang kita ciptakan sendiri.[ahf]


Posting Komentar untuk "KEPASTIAN MATEMATIKA"