LITERASI (HARI) GURU
"Hari Guru adalah ajakan untuk membaca ulang diri kita—sebab di setiap halaman kehidupan, ada jejak guru yang menuntun."
Fathani.com- Setiap peringatan Hari Guru pada 25 November, kita sering terjebak pada rutinitas seremonial: memberi ucapan, mengunggah foto, atau sekadar mengenang guru-guru terbaik dalam hidup kita. Namun, jika kita melihat Hari Guru melalui lensa literasi, sebagai kemampuan membaca, memahami, dan memaknai kehidupan, peringatan ini menjadi jauh lebih dalam. Literasi membantu kita tidak sekadar mengingat jasa guru, tetapi membaca perjalanan pendidikan kita sendiri, memahami peran guru dalam membentuk cara kita berpikir, dan menafsirkan kembali hubungan antara pembelajar dan pendidik.
Literasi pada hakikatnya adalah kemampuan membaca bukan hanya teks, tetapi juga pengalaman. Ketika kita memaknai Hari Guru dengan literasi pengalaman, kita belajar membaca kembali momen-momen yang awalnya tampak biasa: teguran ringan di kelas, tugas sulit yang memaksa kita berpikir, atau senyum guru yang membuat kita berani mencoba. Dalam sudut pandang literasi, setiap interaksi itu adalah "teks hidup" yang membentuk cara kita memandang dunia. Guru adalah penulisnya, kita adalah pembacanya, dan memaknai Hari Guru berarti kembali membuka halaman-halaman itu dengan kesadaran baru.
Pada kedalaman maknanya, literasi mengajarkan kita kemampuan memahami makna di balik peristiwa. Dari sinilah kita menangkap inti peringatan Hari Guru: guru bukan sekadar profesi, melainkan figur yang membentuk kerangka berpikir kita, cara kita menimbang masalah, membaca situasi, dan mengambil keputusan. Jika kita mampu membaca kehidupan kita melalui kacamata literasi, kita akan menyadari bahwa jejak guru tersebar di mana-mana: pada cara kita menulis, cara kita berdialog, cara kita mengelola emosi, hingga cara kita memecahkan persoalan sehari-hari. Peringatan Hari Guru menjadi latihan literasi makna, sebuah ajakan untuk memahami bahwa guru telah menjadi bagian dari "struktur batin" yang membentuk diri kita hari ini.
Dengan bekal literasi makna, apresiasi kepada guru tidak berhenti pada ungkapan terima kasih, tetapi berkembang menjadi kesadaran kritis: bagaimana kita menjaga martabat guru, bagaimana kita menciptakan lingkungan yang membuat mereka dihargai, dan bagaimana kita mendukung ruang tumbuh mereka. Literasi membantu kita melihat lebih jernih bahwa penghormatan kepada guru bukan hanya ritual tahunan, tetapi upaya berkelanjutan untuk memahami kebutuhan mereka sebagai manusia yang juga terus belajar. Dengan literasi, kita mampu menafsirkan ulang apresiasi bukan sebagai seremoni, tetapi sebagai komitmen untuk memperbaiki ekosistem pendidikan bersama.
Pada akhirnya, Hari Guru 2025 mengajak kita untuk meningkatkan literasi dalam memaknai jasa para pendidik. Sudahkah kita membaca kembali peran guru dalam perjalanan hidup kita? Sudahkah kita memahami betapa dalam pengaruh mereka terhadap cara kita berpikir dan menjadi? Literasi mengajarkan bahwa menghargai guru berarti menyadari makna yang mereka tanamkan dalam diri kita—makna yang mungkin tidak terlihat, tetapi selalu hidup. Semoga refleksi Hari Guru ini membuat kita lebih peka, lebih mengerti, dan lebih mampu menghargai para guru sebagai pembentuk peradaban batin kita sepanjang masa.[ahf]

Posting Komentar untuk "LITERASI (HARI) GURU"
Posting Komentar